InsightTribun.com|JAKARTA – Pakar Hukum Internasional dan Ekonom, Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, S.H., M.H., mengungkapkan keprihatinannya atas masih banyaknya pegawai honorer yang telah mengabdi puluhan tahun namun belum mendapatkan kejelasan status sebagai CPNS maupun PPPK. Ia menyoroti kurangnya perhatian dari para menteri, gubernur, bupati, hingga wali kota terhadap nasib para tenaga honorer yang selama ini telah memberikan kontribusi besar di berbagai instansi pemerintahan.
“Banyak dari mereka sudah bekerja selama 10, 15, bahkan lebih dari 20 tahun, namun tidak dihargai dengan pengangkatan sebagai CPNS atau PPPK. Mereka hanya dibiarkan tanpa kepastian, padahal pengabdian mereka nyata,” tegas Prof. Sutan dalam konferensi pers di Markas Pusat Partai Oposisi Merdeka, Jakarta, Rabu (7/8/2025).
Pernyataan ini disampaikan menyusul surat edaran dari Kepala BKN, Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, yang meminta seluruh gubernur untuk segera mengajukan formasi kebutuhan pegawai PPPK paruh waktu. Dalam edarannya, BKN menegaskan bahwa tidak akan ada perpanjangan waktu dan instansi yang tidak mengajukan formasi dianggap tidak membutuhkan.
“Kami harap seluruh instansi segera mengajukan kebutuhan formasi PPPK Paruh Waktu. Tidak akan ada perpanjangan waktu. Jika tidak mengajukan, maka dianggap tidak memerlukan formasi,” ujar Prof. Zudan.
Menanggapi hal ini, Prof. Sutan mendesak agar Presiden Prabowo Subianto segera menginstruksikan seluruh kepala daerah, termasuk para menteri, gubernur, bupati, dan wali kota untuk menghimpun data seluruh pegawai honorer yang telah mengabdi selama bertahun-tahun, agar dapat diprioritaskan dalam pengangkatan CPNS maupun PPPK.
“Presiden harus ambil langkah konkret. Himpun data pegawai honorer yang sudah 5, 10, hingga 15 tahun mengabdi, lalu prioritaskan mereka dalam seleksi CPNS dan PPPK. Jangan dipersulit,” ujarnya.
Prof. Sutan juga menilai, permasalahan kepegawaian di daerah hingga kini masih belum terselesaikan secara menyeluruh. Banyak pegawai honorer yang masih terombang-ambing nasibnya karena belum adanya keberpihakan kebijakan secara nyata dari pemerintah pusat maupun daerah.
“Ini adalah ironi dalam sistem birokrasi kita. Di satu sisi kita bicara soal reformasi birokrasi dan penghargaan atas kinerja, tapi di sisi lain ada jutaan pegawai honorer yang terus bermimpi bisa menjadi ASN, namun tidak kunjung terwujud,” tambahnya.